Belakangan ini, isu berkurangnya rasa nasionalisme di kalangan generasi muda Indonesia santer mengemuka. Kondisi ini pun tampak dari lingkungan pergaulan muda-mudi Indonesia yang cenderung kebarat-baratan. Nilai-nilai kebangsaan yang ditanamkan oleh para pendiri bangsa ini seolah menjadi hiasan kalimat tanpa makna di tengah arus globalisasi saat ini. Pengetahuan dan pemahaman generasi muda tentang seluk beluk bangsanya sendiri sangat minim. Mereka lebih tahu tentang segala sesuatu yang berbau asing ketimbang tentang bangsanya sendiri. Bahkan tidak sedikit di antaranya menjadikan nilai-nilai asing itu sebagai bagian kepribadiannya. Tidak heran kalau pola hidup, pola pikir, sikap dan perilaku generasi muda Indonesia jauh dari nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia ini sesungguhnya juga terdapat dalam Pancasila yang bukan saja menjadi dasar negara Indonesia tetapi juga menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Sayangnya, kebanyakan generasi muda Indonesia tidak atau kurang menyadari hal ini. Mereka terlena dengan gaya hidup kekinian yang jauh dari nilai-nilai budaya bangsanya sendiri.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini kian membawa cakrawala pengetahuan dan pemikiran generasi muda Indonesia jauh melanglang ke dunia luar. Arus informasi mengalir bak air sungai yang tiada henti masuk ke dalam benak generasi muda Indonesia hingga mempengaruhi sikap dan tindak-tanduk mereka dalam pergaulan. Mereka lupa dengan lagu-lagu daerah, tari-tarian daerah, musik-musik tradisional, para pejuang, para pahlawan, budaya, sejarah bangsa dan sebagainya. Bahkan boleh jadi lagu kebangsaan Indonesia raya dan sila-sila dalam Pancasila itu tidak mereka hapalkan. Slogan bhineka tunggal ika hanya menjadi hiasan di kaki burung garuda tanpa dipahami maknanya dengan baik.
Kondisi ini tak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus. Perlu ada upaya untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia ini kepada generasi muda sejak dini. Hal ini bisa dimulai dari pendidikan formal tingkat sekolah dasar (SD). Mengapa SD? Karena di sinilah para siswa mulai dikenalkan dan ditanamkan nilai-nilai dan wawasana kebangsaan yang termuat dalam tema pembelajaran tentang kewarganegaraan Indonesia. Persoalannya bagaimana menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kewarganegaraan itu ke peserta didik tersebut. Apalagi di tengah pandemik covid’19 saat ini, rasanya tidak mudah memberikan pengetahuan dan pemahaman kewarnegaraan itu kepada para siswa SD menggunakan cara-cara konvensional seperti masa sebelum pandemik.
Hal inilah yang mendorong sejumlah dosen dari Fakultas Telematika Energi Institut Teknologi PLN Jakarta mengadakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk “Pelatihan Metode Pembelajaran Keewarganegaraan untuk Guru Sekolah Dasar menggunakan Multimedia dan Augmented Reality di Masa Pandemik COvid’19” (Rabu, 15/072020). Tim pengabdian kepada masyarakat yang diketuai oleh Yessi Asri ini mencoba menawarkan solusi metode pembelajaran kepada peserta pelatihan yang sebagian besar adalah guru sekolah dasar dari berbagai wilayah di Indonesia. Dwina Kuswardani, salah satu narasumber dalam tim tersebut menguraikan secara gamblang bagaimana mengatasi masalah pembelajaran kewarganegaraan kepada siswa SD. Sulitnya memberikan pemahaman ini karena menurutnya siswa mempunyai gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar tersebut meliputi gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Siswa sekolah dasar kini masuk dalam generasi digital. Oleh karena itu, menurutnya pembelajaran yang efektif dengan menggunakan media yang tidak hanya teks tetapi ada gambar, video, audio, digital story telling creator dan komunikasi grup. Kombinasi inilah yang disebut Multimedia, misalnya flash flip book dan augemnted reality. Sementara itu, Yessi Asri memaparkan tentang pemnfaatan teknologi multimedia dan augmented reality dalam bentuk aplikasi siap pakai. Teknologi ini sebelumnya sudah diterapkan di beberapa sekolah dasar di Bekasi. Hasilnya ada peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta didik ketika menggunakan pendekatan teknologi tersebut. Sistem aplikasi pembelajaran kewarganegaraan ini berisi pengetahuan tentang wawasan kebangsaan mulai dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, wawasan nusantara, sejarah bangsa, para tokoh dan pahlawan bangsa, kekayaan seni budaya, wisata, biodiversitas dan sebagainya. Secara garis besar, muatan materinya mencakup tiga hal utama yang saling berhubungan dalam proses pembelajaran, yakni belajar, bermain dan latihan. Ketiga hal tersebut disajikan dengan mudah dan menarik dengan kombinasi teks, gambar, suara, animasi dan video. Cara ini diharapkan dapat menarik minat para siswa SD untuk belajar dan memahami tentang kewarganegaraan dan wawasan kebangsaan Indonesia.
Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan secara online menggunakan ‘zoom meeting’ ini sukses menarik peserta dari berbagai wilayah di tanah air, di antaranya dari Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur. Lebih kurang lima puluh peserta hadir dalam pelatihan tersebut.
Tim pengabdian kepada masyarakat terdiri atas tiga orang dosen dari fakultas Telematika Energi, yakni Yessy Asri sebagai ketua tim, Dwina Kuswardani dan Muhamad Jafar Elly serta melibatkan tiga orang mahasiswa dari jurusan Informatika. Masing-masing adalah La Ode, Aditya dan Jumari.
(red).